Blog Details

Featured blog image
CIVIC

Omnibus Law: Antara Efisiensi Regulasi dan Legitimasi Demokrasi

Author

Admin

Oleh: Intan Philiani, Lydia Primawati, Shahib Kholil Rahman Al-Irsadi, Muh. Surur, Achmad Edi Sudirman, Deky Nuzul Ramdhani, Fadhilah Aini, Hermawati, Muhammad Hanief Ridhallah

Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020) digulirkan sebagai jawaban pemerintah atas kompleksitas tumpang-tindih regulasi dengan harapan mendorong investasi dan pemulihan ekonomi pasca pandemi. Melalui revisi sekaligus terhadap puluhan undang-undang sektoral, UU ini hendak memberi jalan cepat bagi perbaikan sistem ekonomi. Namun pelaksanaannya menuai kritik karena dianggap lebih menekankan efisiensi daripada keterlibatan publik dan transparansi proses (Jazuli et al., 2022).

Proses legislasi UU ini memang dipandang sangat cepat. Publik hanya diberikan akses terbatas terhadap naskah draf, sehingga keterlibatan masyarakat lebih bersifat formalitas, bukan dialog reflektif terhadap substansi kebijakan. Kritik terhadap proses ini menyoroti lemahnya kualitas demokrasi deliberatif, bahkan memicu unjuk rasa sosial di berbagai kota (Sihombing & Hamid, 2020).

Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian mengeluarkan putusan “inkonstitusional bersyarat” (conditionally unconstitutional), menandai bahwa UU ini laik diubah dalam waktu dua tahun agar tidak secara permanen dibatalkan (MK RI, 2021). Pemerintah dilarang mengeluarkan regulasi turunan atau kebijakan strategis baru selama periode revisi, mencerminkan urgensi perbaikan prinsip teknis dan prosedural (Warjiyati, 2024; Roedl & Partner, 2022).

Dari sudut institusional, Jazuli et al. (2022) menyampaikan keprihatinan bahwa reformasi parsial ini bisa melemahkan struktur kelembagaan penting seperti pendidikan vokasi, hak kekayaan intelektual, dan mekanisme rekrutmen yang berbasis meritokrasi. Tanpa penyeimbangan antara efisiensi ekonomi dan kualitas institusi, UU ini justru berpotensi merusak daya saing nasional dalam jangka panjang.

Lebih jauh lagi, bentuk omnibus yang menggabungkan banyak substansi hukum dalam satu payung regulasi menimbulkan risiko interpretasi ganda dan ambiguitas penerapan. Regulasi semacam ini menuntut tingkat transparansi tinggi dan mekanisme evaluasi yang kuat agar tidak mengorbankan kejelasan hukum (Sanders et al., 2024).

Efisiensi regulasi memang penting, tetapi tanpa proses legislasi inklusif dan transparan, legitimasi UU bisa dipertanyakan. Legitimasi demokratis memerlukan lebih banyak dialog publik dan evaluasi berbasis data—not just speed. Dengan begitu, UU seperti Omnibus Law dapat menjadi instrumen sekaligus bukti kualitas demokrasi, bukan sebaliknya.

Oleh karena itu, rekomendasi ke depan adalah memastikan penataan ulang UU ini: pastikan masyarakat dan pemangku kepentingan dapat memberikan masukan yang berarti, tingkatkan transparansi, serta dorong perbaikan kelembagaan jangka panjang agar regulasi tidak hanya cepat, tetapi juga konstitusional dan berkeadilan. (ed. Qurnia Indah Permata Sari)

Daftar Referensi

  • Jazuli, M. R., Idris, M. M., & Yaguma, P. (2022). The importance of institutional quality: Reviewing the relevance of Indonesia's Omnibus Law on national competitiveness. Humanities and Social Sciences Communications, 9(1), Article 334. https://doi.org/10.1057/s41599-022-01343-w
  • Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (2021, November 25). Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020 tentang UU Cipta Kerja.
  • Roedl & Partner. (2022). Indonesia: Judicial Review OMNIBUS Law decision summary.
  • Sihombing, B. F., & Hamid, A. (2020). Impact of the Omnibus Law/Job Creation Act in Indonesia. International Journal of Scientific Research and Management, 8(10), Article 266.
  • Sanders, A., Khatarina, J., Assegaf, R., Toumbourou, T., Kurniasih, H., & Suwarso, R. (2024). The Omnibus Law on Job Creation and its potential implications for rural youth and future farming in Indonesia. Asia Pacific Viewpoint, 65(2), 248–262.
  • Warjiyati, S. (2024). Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020 dalam Perlindungan Pekerja dan Investasi di Indonesia. Jurnal Jurisprudence, 14(2), 192–212.

Declaration of AI Assistance: Artikel ini disusun dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mendukung proses pengumpulan referensi, penyusunan struktur naskah, dan penyempurnaan tata bahasa. Semua ide, data, dan kesimpulan telah diverifikasi oleh penulis dan editor untuk memastikan keakuratan serta kesesuaian dengan etika akademik.